MODEL PEMBELAJARAN
A. PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN
Model pembelajaran
mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur
pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode pembelajaran :
1. 1. Rasional teoritis yang logis yang disusun oleh pendidik.
2. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai
3. Langkah-langkah mengajar
yang diperlukan agar model pembelajaran dapat dilaksanakan secara optimal.
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat
dicapai.
B. MACAM-MACAM MODEL PEMBELAJARAN
1. Macam-macam
model pembelajaran
1. Model Pembelajaran Saintifik
Model
Pembelajaran adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian
rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip
melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan
masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan
dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.
Pendekatan
saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik
dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan
ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak
bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi
pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik
dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya
diberi tahu. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan
keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur,
meramalkan,menjelaskan, dan menyimpulkan.
Dalam
melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi
bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah
dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa. Metode saintifik sangat
relevan dengan tiga teori belajar yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori
Vygotsky.
Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund, 1975).
Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund, 1975).
a. individu
hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya.
b. dengan
melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa akan memperoleh
sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatau penghargaan intrinsik.
c. satu-satunya
cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan
adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan.
d. dengan
melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal di atas
adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam
pembelajaran menggunakan metode saintifik. Teori Piaget, menyatakan bahwa
belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak
skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang
dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi
lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967).
Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki
karakteristik sebagai berikut
1) berpusat
pada siswa.
2)
melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum
atau
prinsip.
prinsip.
3)
melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang
perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. 4) dapat
mengembangkan karakter siswa.
mengembangkan karakter siswa.
Proses
pembelajaran dengan pendekatan Saintific terdiri atas lima pengalaman belajar
pokok yaitu:
a.
mengamati
b.
menanya
c.
mengumpulkan informasi
d.
mengasosiasi
e.
mengkomunikasikan
Contoh
penerapan pada model pembelajaran saintifik:
- Menanya
: seorang siswa yang bertanya dengan apa yang ia lihat dan perhatikan.
- Mengumpulkan
Data : siswa yang dianjurkan untuk mengumpulkan data dengan cara mencari
informasi dan melakukan kunjungan atau observasi.
2. Model
Pembelajaran PBL ( Problem Based Learning )
Model
pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran yang
menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar.
Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik
bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
a. Kelebihan
problem based learning ( Model Pembelajaran Berbasis Masalah)
Dengan
PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik/mahapeserta didik
yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan
yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar
dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik/mahapeserta
didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan. Dalam situasi PBL,
peserta didik/mahapeserta didik mengintegrasikan
pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam
konteks yang relevan. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis,
menumbuhkan inisiatif peserta didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi
internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam
bekerja kelompok.
b. Sistem
penilaian model pembelajaran problem based learning.
Penilaian
dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan
(skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang
mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir
semester (UAS), ujianujian tengah semester (UTS), kuis, PR,dokumen, dan
laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
c. Sistem
Penilaian
Penilaian
pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment.
Penilaian dapat dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis
pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan
belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan
pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi
diri (self-assessment) dan peer-assessment.
D. Penilaian (Assessment)
Penilaian
dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan
(skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang
mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir
semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan
laporan.Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu
pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian.
E. Contoh
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)
Sebelum
memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu
diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian peserta
didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul.
Setelah itu tugas guru adalah meransang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.
Setelah itu tugas guru adalah meransang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.
Contoh
Penerapan
Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.
Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.
3. Model
pembelajaran Discovery Learning
Model Discovery Learning adalah
didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak
disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan
mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning
can be defined as the learning that takes place when the student is not
presented with subject matter in the final form, but rather is required to
organize it him self” (Penemuan Belajar dapat didefinisikan sebagai
pembelajaran yang terjadi ketika siswa tidak disajikan dengan materi pelajaran
dalam bentuk akhir , melainkan diperlukan untuk mengatur itu nya) “
(Lefancois dalam Emetembun, 1986:103).
Ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus
berperan aktif dalam belajar di kelas. Model
Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan,
melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan
(Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama
dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.
Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi,
penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan
discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and
principles in the mind (Adalah proses mental asimilasi conceps dan
prinsip-prinsip dalam pikiran (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Discovery
Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry). Tidak
ada perbedaan yang prinsipil pada kedua istilah ini, pada Discovery Learning
lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak
diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah
yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru,
sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus
mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan
di dalam masalah itu melalui proses penelitian. Di dalam proses belajar, Bruner
mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya
perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan
memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini
dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat
melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian
yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar
siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. Untuk
memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada
manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam
berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Dalam
mengaplikasikan metode
Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana
pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa
sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti ini ingin merubah
kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Dalam
metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa
dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta
membuat kesimpulan.
·
Membantu
siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan
proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini,
seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
·
Pengetahuan
yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan
pengertian, ingatan dan transfer.
·
Menimbulkan
rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
·
Model ini
memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannyasendiri.
·
Menyebabkan
siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan
motivasi sendiri.
·
Membantu
siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama
dengan yang lainnya.
·
Berpusat
pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan.
Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam
situasi diskusi.
·
Membantu
siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran
yang final dan tertentu atau pasti.
·
Siswa akan
mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
·
Membantu dan
mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.
·
Mendorong
siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
·
Mendorong
siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
·
Memberikan
keputusan yang bersifat intrinsik.
·
Situasi
proses belajar menjadi lebih terangsang.
·
Proses
belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia
seutuhnya.
·
Meningkatkan
tingkat penghargaan pada siswa.
·
Kemungkinan
siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
·
Dapat
mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
·
Menimbulkan
asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai,
akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan
antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi.
·
Tidak
efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang
lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
·
Harapan-harapan
yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru
yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
·
Pengajaran
discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan
aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat
perhatian.
·
Pada
beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan
yang dikemukakan oleh para siswa
·
Tidak
menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa
karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Menurut Syah
(2004:244) dalam mengaplikasikan Discovery learning di kelas,ada beberapa
prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum
antara lain sebagai berikut :
Pertama-tama
pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan tanda tanya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan
untuk menyelidiki sendiri. Di samping itu guru dapat memulai kegiatan PBM
dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar
lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Setelah
dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang
relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan
dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah
2004:244). Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam
bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara
atas pertanyaan yang diajukan.
Memberikan
kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang
mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka
terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
Ketika
eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab
pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.
Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)
berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara
dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari
tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang
berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak
disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
Semua
informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah,
diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara
tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah,
2002:22). Data processing disebut juga dengan pengkodean/kategorisasi yang
berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi
tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/
penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
Pada
tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut
Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif
jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep,
teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang
ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian
dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244).
Dalam
Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan
menggunakan tes maupun nontes, sedangkan penilaian yang digunakan dapat berupa
penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika
bentuk penilaiannya berupa penilaian kognitif, maka dapat menggunakan tes
tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau
penilaian hasil kerja siswa dapat menggunakan nontes.
5) Contoh Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning
· Memahami Tesk hasil
Observasi dan mencermati apa yang ia temukan, eksposisi, deskriptip , baik
cerpen tulisan maupun lisan.
· Dalam
mengaplikasikan model pembelajaran Discovery Learning guru
berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti
ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student
oriented.
4. Model
Pembelajaran Berbasis Proyek ( PJBL )
Pembelajaran
Berbasis Proyek merupakan model belajar yang menggunakan masalah sebagai
langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru
berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Pembelajaran
Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang
diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui
PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding
question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang
mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan
terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen utama
sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya.
PjBLmerupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini
akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
Mengingat
bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka
Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik
untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna
bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.
Pembelajaran
Berbasis Proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia
nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik. Pembelajaran
Berbasis Proyek dapat dikatakan sebagai operasionalisasi konsep “Pendidikan
Berbasis Produksi” yang dikembangkan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK
sebagai institusi yang berfungsi untuk menyiapkan lulusan untuk bekerja di
dunia usaha dan industri harus dapat membekali peserta didiknya dengan
“kompetensi terstandar” yang dibutuhkan untuk bekerja pada bidang
masing-masing.
Pada
Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki beberapa karakteristik berikut ini, yaitu
:
1. Peserta didik membuat keputusan
tentang sebuah kerangka kerja;
2. Adanya permasalahan atau tantangan
yang diajukan kepada peserta didik;
3. Peserta didik mendesain proses untuk
menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan;
4. Peserta didik secara kolaboratif
bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan
permasalahan;
5. Proses evaluasi dijalankan secara
kontinyu;
6. Peserta didik secara berkala
melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan;
7. Produk akhir aktivitas belajar akan
dievaluasi secara kualitatif; dan
8. Situasi pembelajaran sangat toleran
terhadap kesalahan dan perubahan.
Beberapa hambatan dalam implementasi metode Pembelajaran Berbasis
Proyekantara lain berikut ini.
1. Pembelajaran Berbasis Proyek
memerlukan banyak waktu yang harus disediakan untuk menyelesaikan permasalahan
yang komplek.
2. Banyak orang tua peserta didik yang
merasa dirugikan, karena menambah biaya untuk memasuki system baru.
3. Banyak instruktur merasa nyaman
dengan kelas tradisional ,dimana instruktur memegang peran utama di kelas. Ini
merupakan suatu transisi yang sulit, terutama bagi instruktur yang kurang atau
tidak menguasai teknologi.
4. Banyaknya peralatan yang harus
disediakan, sehingga kebutuhan listrik bertambah.
1. Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek
·
Meningkatkan
motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk
melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
·
Meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah.
·
Membuat
peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang
kompleks.
·
Meningkatkan
kolaborasi.
·
Mendorong
peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.
·
Meningkatkan
keterampilan peserta didikdalam mengelola sumber.
·
Memberikan
pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi
proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan
untuk menyelesaikan tugas.
·
Menyediakan
pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang
untuk berkembang sesuai dunia nyata.
·
Melibatkan
para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan
pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata.
·
Membuat
suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik
menikmati proses pembelajaran.
2. Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek
·
Memerlukan
banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
·
Membutuhkan
biaya yang cukup banyak.
·
Banyak
instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana instruktur
memegang peran utama di kelas.
·
Banyaknya
peralatan yang harus disediakan.
·
Peserta
didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan
mengalami kesulitan.
·
Ada
kemungkinanpeserta didikyang kurang aktif dalam kerja kelompok.
·
Ketika topik
yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta
didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.
Dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek/Project Based Learning ada
beberapa peran bagi guru/pendidik dan peserta didik dalam pelaksanaan
Pembelajaran Berbasis Proyek, antara lain :
a. Peran Guru
·
Merencanakan
dan mendesain pembelajaran.
·
Membuat
strategi pembelajaran.
·
Membayangkan
interaksi yang akan terjadi antara guru dan siswa.
·
Mencari
keunikan siswa.
·
Menilai
siswa dengan cara transparan dan berbagai macam penilaian.
·
Membuat
portofolio pekerjaan siswa.
b. Peran Peserta Didik
·
Menggunakan
kemampuan bertanya dan berpikir.
·
Melakukan
riset sederhana.
·
Mempelajari
ide dan konsep baru.
·
Belajar
mengatur waktu dengan baik.
·
Melakukan
kegiatan belajar sendiri/kelompok.
·
Mengaplikasikanhasil
belajar lewat tindakan.
·
Melakukan
interaksi sosial (wawancara, survey, observasi, dll).
Penilaian
pembelajaran dengan metode Project Based Learning harus diakukan secara
menyeluruh terhadap Sikap, Pengetahuan dan Keterampilan yang diperoleh siswa
dalam melaksanakan pembelajaran berbasis proyek. Penilaian Pembelajaran
Berbasis Proyek dapat menggunakan teknik penilaian yang dikembangkan oleh Pusat
Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu penilaian proyek
atau penilaian produk. Penilaian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Penilaian Proyek
a. Pengertian
Penilaian
proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus
diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu
investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian,
pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk
mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan
kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara
jelas.
Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan
yaitu:
·
Kemampuan
pengelolaan, yaitu kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari
informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
·
Relevansi
atau kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap
pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.
·
Keaslian
maksudnya proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya,
dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap
proyek peserta didik.
b. Teknik Penilaian Proyek
Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan,
sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau
tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan disain, pengumpulan data,
analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil
penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian
dapat menggunakan alat/ instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun skala
penilaian.
2. Penilaian Produk
a. Pengertian
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas
suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik
membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil
karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik,
plastik, dan logam. Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap
tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
·
Tahap
persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan,
menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
·
Tahap
pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam
menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
·
Tahap
penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan
peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
b. Teknik Penilaian Produk
Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.
·
Cara
holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan
pada tahap appraisal.
·
Cara
analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap
semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.