Kamis, 18 Oktober 2018


MENGENAL DIRI SENDIRI

Selasa 18 Oktober 2018  seperti biasanya ditanggal tersebut saya mengikuti kuliah Filsafat Pendidikan yang kali ini materinya mengulas mengenai pembahasan yang terdahulu yaitu sifat kemerdekaan menurut Ki Hajar Dewantara, yang terdiri dari 3 yaitu, 1) Berdiri sendiri 2) Tidak bergantung Orang Lain 3) Dapat mengatur diri sendiri, Kali ini saya akan meriview tentang sifat kemerdekaan yang ketiga yaitu Dapat mengatur Diri Sendiri/Mengenali Diri Sendiri.

Menurut Ki Hajar Dewantara Manusia merupakan titah Tuhan yang terdiri dari Jasad/Raga, Kasar/Halus, jasad rohani dan jasmani. Mengenal diri sendiri salah satunya dapat mengerti atau membedakan  identitas dan personalitas, identitas sendiri yaitu bukanlah nama atau asal yang tertera didalam KTP ataupun kartu identitas melainkan status kamu seperti hal nya seorang guru,dokter,petani,pedagang dan apa cita-cita yang ingin dicapai, untuk personalitas sendiri yaitu nama yang ada trah semisal nama bapak, nama ibu, tempat tinggal.

Mengenali diri sendiri dimulai dari kesadaran akan pendidikan yang  prosesnya sedemikian rupa.


Dengan pendidikan manusia dapat mulai bisa mengenal diri sendiri, dan sadar akan diri itu adalah suatu dzat yang kemudian mempunyai sifat sebagai contoh yaitu sifat sabar dan dalam Asmal atau realitanya menjadi seseorang yang penyabar dan dibuktikan dalam tindakannya atau Af'al dengan suatu tindakan yang menunjukkan sifat penyabar. 

Demikian reportase materi ketiga  yang dapat saya tangkap dari perkuliahan filsafat pendidikan.


Kamis, 27 September 2018

PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN


reportase materi 1
FILSAFAT PENDIDIKAN

Pada semester 7 kini tentunya ada mata kuliah filsafat pendidikan, dosen yang mengampu mata kuliah ini yaitu Bapak Aniq. Pada hari selasa 25 september lalu saya yang mengikuti mata kuliah di kelas PGSD D mendapat materi yang tentunya menarik. 
 Awal nya pak aniq menerangkan mengenai pemahaman MATREALISME dan IMATREALISME. Pemahaman matrealisme merupakan pemahaman atau suatu pandangan yang terlihat dan merupakan cara pandang yang pertama. Sedangkan pemahaman imatrealisme merupakan pandangan yang tidak tampak atau tidak nyata.
Selanjutnya kita akan membahas mengenai contoh dari matrealisme dan imaterialisme.  pada kenyataannya, banyak orang yang berfikir matrealisme sedangkan pemikiran imatrealisme sudah tidak dihiraukan karena pemikiran tersebut tidak terlihat adanya atau bukti nyata nya seperti jaman dahulu banyak orang tua yang mengatakan pada anaknya mengenai etika semisal dalam bahasa jawa: ojo lungo surup mergo bakal digowo setan, pada jaman dahulu orang tua mendidik seperti itu dan anaknya pun percaya, karena hal tersebut bukan untuk menakut nakuti tetapi ada maksud baik didalamnya.Tetapi seiirng perkembangan jaman pemikiran imatrealisme semakin menghilang karena zaman sekarang anak-anak hanya percaya dengan hal yang nyata adanya.

Pembahasan yang kedua yaitu mengenai adanya suatu imunisasi, ada beberapa orang tua yang pro dan kontra mengenai imunisasi. Ada pihak yang menyetujui adanya imunisasi karena sebagian orang tua mempercayai dengan adanya imunisai berarti akan melidungi bayi dari berbagai penyakit dimasa yang akan datang, vaksin yang disuntikkan kedalam tubuh anak akan membantu sistem kekebalan tubuh anak untuk membentuk anti bodi, yang berfungsi melawan virus atau bakteri yang masuk ketubunya, sehingga dapat mencegah anak terkena berbagai macam penyakit. Disamping itu ada pula sebagian orang tua yang tidak menginginkan anaknya untuk imunisasi karena ada pemikiran bahwa kekebalan tubuh sebenarnya sudah ada pada setiap orang. sekarang tinggal bagaimana menjaganya, tidak perlu kecil-kecil sudah diberi vaksin dan obat-obatan kimiawi. justru kekebalan alami yang lebih dipriorritaskan  dan bukan kekebalan yang bersifat kimiawi dan juga imunisasi memiliki efek samping.

                     DEMIKIAN PEMBAHASAN DARI SAYA SEKIAN DAN TERIMAKASIH 

Link Blog Filsafat Pendidikan 7D
https://gurumuda18.blogspot.com/2018/09/luar-biasanya-ganja-sisi-depan-belakang.html?m=1 
https://pahleviardian532.blogspot.com/2018/09/belajar-hidup-dari-realitas-kehidupan.html?m=1 
https://apinz97.blogspot.com/2018/09/filsafat-pendidikan.html?m=1 https://melindapangestika.blogspot.com/2018/09/filsafat-pendidikan.html https://yulianapuspitasari95.blogspot.com/2018/09/pemahaman-imunisasi-atau-vaksin-dari.html?m=1 1
http://faridawidyastutik.blogspot.com/2018/09/definisi-kata-kekerasan-kata-kekerasan.html?m=1 http://doelgemok.blogspot.com 
https://elisae552.blogspot.com 
http://belajardengandhan.blogspot.com/2018/09/chapter-1-belajar-hidup-hidup.html http://indonesiamasakinii.blogspot.com/2018/09/salah-satuhal-yang-bisa-saya-dapat-dari.html?m=1 
http://intannurmapertiwi.blogspot.com/2018/09/filsafat-pendidikan.html https://ulfahfitriasetiyani.blogspot.com/?m=1 
http://ririspipit.blogspot.com/2018/09/filsafat-pendidikan.html https://putricandra30.blogspot.com/2018/09/asi-lebih-baik-dari-pada-vaksin.html?m=1 http://julianindahp30.blogspot.com/?m=1 
http://istikholah2112.blogspot.com/?m=1  
http://fidamore.blogspot.com/2018/09/perempuan-istimewa.html 
http://riistha.blogspot.com/2018/09/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar.html http://dwinuvita.blogspot.com/2018/09/asi-ekslusif-lebih-baik-dari-pada-vaksin.html https://15120480dhitafajarsetyarini.blogspot.com/b/post-preview?token=APq4FmB_-sv9O1zO9qDn_FpoQmkdi_0re1DNJCBNGUVwewOtPZeceIEc1oUUPT3Db_iAGJTItlXGAyU4ho1Gz9Fmm5bVKUKTbMQ9Aw5UyYxLm5fD7X3NCfIzEeRlhmBJGVlm0vFKPMWa&postId=6775332954169038523&type=POST&m=1 http://rischadwiarianti.blogspot.com/2018/09/filsafat-pendidikan.html?m=1 anugrahilmuku.blogspot.com/2018/09/pengertian-perubahan-sosial-perubahan.html?m=1 http://masamah08.blogspot.com/2018/09/keistimewaan-wanita.html http://esttitihapsari.blogspot.com/2018/09/pola-pikir-yang-sal.html?m=1 https://adesitadeodora.blogspot.com/2018/09/filsafat-pendidikan-1.html http://anggitanurohmahnoviyanti.blogspot.com/2018/09/kode-etikguru-1.html http://nurularrifah.blogspot.com/2018/09/filsafat-pendidikan-1.html https://haniffaizahblog.blogspot.com/2018/09/berpikir-ngeres-seberapa-sering-anda.html?m=1 
http://nurulkhoimah.blogspot.com/2018/09/pemikiran-filsafat-pendidikan.html http://ninuland.blogspot.com/2018/09/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html?m=1 http://lisaarianadewi.blogspot.com/2018/09/pertemuan-ke-2-filsafat-pendidikanpada.html?m=1 
http://diarykusuma.blogspot.com/2018/09/sisi-lain-vaksin-dari-hukum-islam.html?m=1 http://anditadp.blogspot.com/search/label/PAHAM%20MATERIALISME?m=0

Senin, 04 Desember 2017

PENDIDIKAN

MODEL PEMBELAJARAN



                                  A.    PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN
               Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau                  prosedur pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus yang tidak                  dipunyai  oleh strategi atau metode pembelajaran :
1.                                                   1.   Rasional teoritis yang logis yang disusun oleh pendidik.
           2.  Tujuan pembelajaran yang akan dicapai
           3. Langkah-langkah mengajar yang diperlukan agar model pembelajaran dapat                                 dilaksanakan secara optimal.
           4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat dicapai.

                                   B. MACAM-MACAM MODEL PEMBELAJARAN
Model                         
1.                                 Macam-macam model pembelajaran

   1.      Model Pembelajaran Saintifik
            Model Pembelajaran adalah proses pembelajaran yang dirancang  sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.
               Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan  pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung  pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses  seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan,menjelaskan, dan menyimpulkan.
                     Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa. Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky.
Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal  pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund, 1975).
a.      individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya.
b.      dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatau penghargaan intrinsik.
c.       satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan  penemuan.
d.      dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam  pembelajaran menggunakan metode saintifik. Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan  perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967).

 Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut
1) berpusat pada siswa.
2) melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau
     prinsip.
3) melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. 4) dapat
mengembangkan karakter siswa.
Proses pembelajaran dengan pendekatan Saintific terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:
            a. mengamati
            b. menanya
            c. mengumpulkan informasi
            d. mengasosiasi
            e. mengkomunikasikan
Contoh penerapan pada model pembelajaran saintifik:
-          Menanya : seorang siswa yang bertanya dengan apa yang ia lihat dan perhatikan.
-          Mengumpulkan Data : siswa yang dianjurkan untuk mengumpulkan data dengan cara mencari informasi dan melakukan kunjungan atau observasi.

2.      Model Pembelajaran PBL ( Problem Based Learning )
            Model pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
a.      Kelebihan problem based learning ( Model Pembelajaran Berbasis Masalah)
            Dengan PBL akan terjadi pembelajaran  bermakna. Peserta didik/mahapeserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik/mahapeserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan. Dalam situasi PBL, peserta     didik/mahapeserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
b.      Sistem penilaian model pembelajaran problem based learning.
            Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujianujian tengah semester (UTS), kuis, PR,dokumen, dan laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.

c.       Sistem Penilaian
            Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-assessment) dan peer-assessment.
D.     Penilaian (Assessment)
           Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian.
E.      Contoh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)
           Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul.
Setelah itu tugas guru adalah meransang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.
Contoh Penerapan
            Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.
            Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.


3.      Model pembelajaran Discovery Learning
               Model Discovery Learning adalah didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Penemuan Belajar dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang terjadi ketika siswa tidak disajikan dengan materi pelajaran dalam bentuk akhir , melainkan diperlukan untuk mengatur itu nya) “  (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103).
               Ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Adalah proses mental asimilasi conceps dan prinsip-prinsip dalam pikiran (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
               Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry). Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada kedua istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian. Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya. 
            Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan.

·       Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
·       Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
·       Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
·       Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannyasendiri.
·       Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
·       Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
·       Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
·       Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
·       Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
·       Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.
·       Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
·       Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
·       Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
·       Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
·       Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.
·       Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
·       Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
·       Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
·       Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
·       Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
·       Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
·       Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
·       Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
·       Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan Discovery learning di kelas,ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum antara lain sebagai berikut :
            Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di samping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. 

            Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.
            Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. 

            Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.
            Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

            Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

            Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

                Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244).
            Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun nontes, sedangkan penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penilaiannya berupa penilaian kognitif, maka dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa dapat menggunakan nontes.

 5) Contoh Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning
·         Memahami Tesk hasil Observasi dan mencermati apa yang ia temukan, eksposisi, deskriptip , baik cerpen tulisan maupun lisan.
·         Dalam mengaplikasikan model pembelajaran Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.  Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.

4.      Model Pembelajaran Berbasis Proyek ( PJBL )
                Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan model belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBLmerupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
                     Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.
                    Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik. Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dikatakan sebagai operasionalisasi konsep “Pendidikan Berbasis Produksi” yang dikembangkan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK sebagai institusi yang berfungsi untuk menyiapkan lulusan untuk bekerja di dunia usaha dan industri harus dapat membekali peserta didiknya dengan “kompetensi terstandar” yang dibutuhkan untuk bekerja pada bidang masing-masing.
   
                      Pada Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki beberapa karakteristik berikut ini, yaitu :
1.    Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja;
2.    Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik;
3.    Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan;
4.    Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan;
5.    Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu;
6.    Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan;
7.    Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif; dan
8.    Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
Beberapa hambatan dalam implementasi metode Pembelajaran Berbasis Proyekantara lain berikut ini.
1.    Pembelajaran Berbasis Proyek memerlukan banyak waktu yang harus disediakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek.
2.    Banyak orang tua peserta didik yang merasa dirugikan, karena menambah biaya untuk memasuki system baru.
3.    Banyak instruktur merasa nyaman dengan kelas tradisional ,dimana instruktur memegang peran utama di kelas. Ini merupakan suatu transisi yang sulit, terutama bagi instruktur yang kurang atau tidak menguasai teknologi.
4.    Banyaknya peralatan yang harus disediakan, sehingga kebutuhan listrik bertambah.
1. Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek
·       Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
·       Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
·       Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.
·       Meningkatkan kolaborasi.
·       Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.
·       Meningkatkan keterampilan peserta didikdalam mengelola sumber.
·       Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
·       Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.
·       Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata.
·       Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.
2. Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek
·       Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
·       Membutuhkan biaya yang cukup banyak.
·       Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana instruktur memegang peran utama di kelas.
·       Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
·       Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
·       Ada kemungkinanpeserta didikyang kurang aktif dalam kerja kelompok.
·       Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.
Dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek/Project Based Learning ada beberapa peran bagi guru/pendidik dan peserta didik dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek, antara lain :
a.       Peran Guru
·       Merencanakan dan mendesain pembelajaran.
·       Membuat strategi pembelajaran.
·       Membayangkan interaksi yang akan terjadi antara guru dan siswa.
·       Mencari keunikan siswa.
·       Menilai siswa dengan cara transparan dan berbagai macam penilaian.
·       Membuat portofolio pekerjaan siswa.
b.       Peran Peserta Didik
·       Menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir.
·       Melakukan riset sederhana.
·       Mempelajari ide dan konsep baru.
·       Belajar mengatur waktu dengan baik.
·       Melakukan kegiatan belajar sendiri/kelompok.
·       Mengaplikasikanhasil belajar lewat tindakan.
·       Melakukan interaksi sosial (wawancara, survey, observasi, dll).
            Penilaian pembelajaran dengan metode Project Based Learning harus diakukan secara menyeluruh terhadap Sikap, Pengetahuan dan Keterampilan yang diperoleh siswa dalam melaksanakan pembelajaran berbasis proyek. Penilaian Pembelajaran Berbasis Proyek dapat menggunakan teknik penilaian yang dikembangkan oleh Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu penilaian proyek atau penilaian produk. Penilaian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Penilaian Proyek
a. Pengertian
            Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
·       Kemampuan pengelolaan, yaitu kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
·       Relevansi atau kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.
·       Keaslian maksudnya proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.
b. Teknik Penilaian Proyek
                  Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/ instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian.

2. Penilaian Produk
a. Pengertian
                 Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam. Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
·       Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
·       Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
·       Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
b. Teknik Penilaian Produk
                     Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.
·       Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal.
·       Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.